Tuesday, April 10, 2018

Gejala Klinik, Dasar Diagnosis, dan Diferensial Diagnosis NIHL



Setelah sebelumnya kita mempelajari apa itu Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan siapa-siapa saja yang berisiko terkena, maka sekarang dapat kita pelajari gejala klinik, dasar diagnosis dan diferensial diagnosis dari kasus NIHL.

Gejala Klinik

Menurut Christoper (2009), terdapat beberapa gejala yang muncul pada Noise Induced Hearing Loss (NIHL), seperti:

a. Gangguan fisiologis
NIHL yang disebabkan oleh bising bernada tinggi yang terputus-putus maupun tiba-tiba dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, penurunan peristaltik usus, peningkatan ketegangan otot, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris (Bashiruddin & Christoper, 2009)

b. Gangguan psikologis
Gejala psikologis yang muncul dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, maupun cepat marah. Selain itu, NIHL dapat menimbulkan penyakit psikosomatik seperti gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.

c. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara, sehingga komunikasi harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan hinga memungkinkan terjadinya keselahan karena tidak mendengar tanda bahaya.

d. Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi akan menyebabkan kesan berjalan melayang sehingga timbul rasa pusing di kepala (vertigo) atau mual-mual.

e. Efek pada pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gejala yang serius karena dapat menyebabkan ketualian yang bersifat progresif. Pada awalnya gangguan pendengaran ini bersifat sementara dan akan pulih jika sumber bising dihindari. Akan tetapi, pajanan yang terus-menerus akan menyebabkan hilangnya daya dengar dan tidak dapat pulih kembali.



Dasar Diagnosis

Penegakan diagnosis Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dilakukan berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan audiologi.

a. Anamnesis
Anamnesis berupa umur pekerja, riwayat gangguan pendengaran sebelumnya, gangguan pendengaran terjadi secara perlahan atau tiba-tiba, riwayat gangguan pendengaran pada keluarga, riwayat infeksi telinga dan gangguan lain, riwayat cedera kepala atau telinga, riwayat penggunaan obat-obat ototoksik, atau riwayat terpajan zat-zat toksik seperti BTX (benzene, toluene, dan xylene), kegiatan yang dilakukan selain di tempat kerja yang berhubungan dengan kebisingan, serta anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu lima tahun atau lebih (Bashiruddin, 2009).

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan anatomi dari telinga luar sampai gendang telinga. Selain itu, juga tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan THT dan otoskopik (Rambe, 2003 & Bashiruddin, 2009).

c. Pemeriksaan audiologi
Pemeriksaan audiometri nada murni diketahui bahwa tuli sensorineural pada frekuensi tinggi (umumnya 3000-6000 Hz) dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini (Rambe, 2003 & Bashiruddin, 2009). Sedangkan audiologi khusus seperti SISI (Short Increment Sensitivity), ABLB (Alternate Binaural Loudless Balance), dan Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena recruitment (peningkatan persepsi intensitas bunyi) yang khas untuk tuli saraf koklea ini (Rambe, 2003). 

Pada pemeriksaan kualitatif dengan tes penala rutin (tes rinne, weber, dan schwabach) mungkin didapatkan hasil rinne positif, weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan schwabach memendek sesuai dengan ketulian jenis sensorineural (Bashiruddin, 2009)

Selain itu, terdapat beberapa faktor yang yang harus dipertimbangkan dalam menegakkan dignosis Noise Induced Hearing Loss (NIHL) sebagai penyakit akibat kerja, yaitu:
  1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.
  2. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, dan lama bekerja.
  3. Riwayat penggunaan alat pelindung pendengaran.
  4. Pengukuran bising di tempat kerja untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang dapat menyebabkan NIHL.
  5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Pemeriksaan audiometri sebelum kerja sangat penting sebagi baseline data, jika hasil audiogram pada saat bekerja menunjukkan ketulian. Sehingga, dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut diakibatkan oleh kebisingan di tempat kerja.
  6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non-industrial seperti riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya. (Rambe, 2003)


Deferensial Diagnosis

NIHL harus dapat dibedakan dengan gangguan pendengaran sensoriuneural lain maupun gangguan pendengaran konduktif. Membedakan gangguan pendengaran ini tetap harus dilakukan dengan pemeriksaan penunjang seperti tes penala atau audiometri, serta anamnesis untuk mengetahui faktor risiko yang ada dan riwayat penyakitnya. Tujuan dari deferensial diagnosis ini tentunya agar nantinya dapat menentukan tindakan pencegahan yang tepat. Menurut Departement of Labour Wellington (1994), deferensial diagnosis NIHL antara lain:

a. Otosklerosis
Otosklerosis merupakan gangguan autosomal dominan yang mempengaruhi pria atau wanita. Otosklerosis dapat menyebabkan tuli konduktif yang progresif sejak masa dewasa awal.

b. Barotrauma
Baratrauma mempengaruhi telinga bagian tengah dan dalam. Terjadinya kerusakan pada telinga bagian dalam seperti tinnitus yang persisten maupun berfluktuasi, vertigo, dan gangguan pendengaran sensorineural akibat dari frekuensi penyelaman.

c. Menieres Disease
Menieres Disease merupakan pembengkakan pada endolimpatik. Penderita mulai mengalami gangguan pendegaran sensorineural pada nada rendah, diikuti dengan gejala tinnitus, dan vertigo akut. Penyakit ini berfluktuasi dalam jangka waktu yang lama.

d. Tumor otak
Tumor otak pada umumnya, tumor pada telinga bagian dalam dapat meyebabkan gangguan pendengaran berupa acoustic neuroma yaitu tumor jinak pada sel schwann yang membungkus sel ke-8. Biasanya, gejala yang muncul seperti gejala vestibular, gangguan pendengaran mendadak, dan gejala pada penyakit Menieres.

e. Presbikusis
Presbikusis dipengaruhi oleh faktor usia yaitu sekitar usia 55-60 tahun, namun juga dapat terjadi prebikusis dini sejak umur 40 tahun. Presbikusis merupakan gangguan pendengaran sensorineural karyang disebabkan oleh adanya devaskularisasi pada koklea sehingga terjadi pengurangan sel rambut.

f. Obat ototoksik
Obat ototoksik dapat mempengaruhi telinga bagian dalam dan mekanisme pendengaran.

g. Trauma patah tulang basal
Hal ini yang menyebabkan kehilangan pendengaran pada daerah yang terkena.

h. Hiperkolesterolamia
Penelitian Martin (dalam Soesilorini, 2011) menyatakan sebanyak 71% penderita hiperkolesterol usia lanjut mengalami penurunan pendengaran dibandingkan penderita yang tidak hiperkolesterol. Hiperkolesterol ini membuat darah menjadi kental sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah bagian dalam telinga.


Untuk mengetahui sistem apa saja yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kasus NIHL ini, yuk simak di sini.



Semoga bermanfaat,

Salam,
Anak KaTiga


-----
Referensi:

Bashiruddin, J. 2009, ‘Program konservasi pendengaran pada pekerja yang terpajan bising industri’, Majalah Kedokteran Indonesia, [online], vol. 59, no.1, pp. 16-19. Dari: indonesia.digitaljournals.org/index.../609 
Christoper, A. 2009. Noise Induced Hearing Program, [online], Faculty of Medicine, University of Riau. Dari: http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/02/noise-induced-hearing-loss-nihl-files-of-drsmed.pdf 
Departement of Labour Wellington New Zeland. 1994. Noise-Induced Hearing Loss of Occupational Origin: A Guide for Medical Practitioners, [online], Occupational Safety and Health Service, pp. 20-23. Dari: http://www.osh.dol.govt.nz/order/catalogue/pdf/nihl.pdf 
Rambe, A. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising, [online], Fakultas Kedokteran, Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Universitas Sumatera Utara. Dari: http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina1.pdf 
Soesilorini, Melinda (2011) Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Presbikusis Di Rsup Dr. Kariadi Semarang, Masters thesis, [online], Universitas Diponegoro. Dari :  http://eprints.undip.ac.id/31380/7/Bab_6.pdf 

No comments:

Post a Comment

Rekomendasi Artikel Lain Untuk Anda: